BKKBN dan MUI Jatim Sepakati Langkah Strategis untuk Cegah Pernikahan Anak

photo

Surabaya, 25 November 2024 – Pernikahan anak menjadi masalah sosial serius di Indonesia, termasuk di Jawa Timur. Meski ada penurunan dalam beberapa tahun terakhir, angka pernikahan anak di provinsi ini masih tinggi, bahkan pada 2022 Jawa Timur mencatatkan jumlah permohonan dispensasi kawin terbanyak.

Untuk menangani hal ini, BKKBN Jawa Timur menginisiasi pertemuan dengan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur pada Jumat (22/11/24). Pertemuan yang digelar di kantor MUI Jatim di Surabaya tersebut dihadiri oleh Kepala BKKBN Jawa Timur, Dra. Maria Ernawati, MM, Ketua MUI Jatim, H. Ainul Yaqin, S.Si, M.Si, Apt, Ketua Forum PAUD Jatim Dr. Dwi Astutik, S.Ag, M.Si, serta Wakil Dekan UINSA Dr. H. Moh. Ilyas Rolis, S.Ag, M.Si.

Maria Ernawati membuka diskusi dengan menyebutkan bahwa pernikahan anak berkontribusi pada masalah stunting yang mencapai angka 17,7% di Jawa Timur. Selain itu, data dari Pendataan Keluarga 2023 menunjukkan banyak perempuan di bawah 19 tahun yang menjadi kepala keluarga, yang artinya mereka sudah menjadi janda pada usia sekolah. Maria berharap kerjasama dengan MUI dapat menghasilkan langkah-langkah preventif untuk mengurangi fenomena pernikahan anak yang berdampak negatif pada kesehatan, ekonomi, psikologis, serta meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian.

Ketua MUI, H. Ainul Yaqin, menyampaikan bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa mengenai pernikahan anak sejak 2006. Ia menjelaskan bahwa pernikahan dini sah jika memenuhi syarat dan rukun nikah, namun haram jika menimbulkan mudarat, seperti dampak buruk pada kesehatan, keluarga yang tidak harmonis, serta keretakan rumah tangga. Ainul Yaqin juga menekankan pentingnya kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengurangi praktik pernikahan anak, serta peran MUI dalam menyampaikan ilmu keluarga dalam dakwah.

BKKBN Jatim dan MUI Jatim sepakat untuk membahas lebih lanjut fatwa pernikahan dini agar bisa disosialisasikan dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat. Hal ini penting untuk memastikan fatwa tersebut tidak ditafsirkan secara subjektif. Ketua MUI Jatim juga setuju bahwa penjabaran yang lebih mendetail mengenai mudarat pernikahan anak akan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya pernikahan dini.